Selasa, 24 April 2018

Cerita Ngentot Adik dan Kakak Kandung Part-2


CERITA DEWASA - “Aaahh… Kakk… MMhhh…” Vany mendesah nikmat. Kujilat dan kusedot puting kanannya, sementara tangan kananku meremas dada kirinya. Kemudian berganti, puting kirinya kusedot dan kujilat perlahan, sementara puting kanannya kumainkan dengan jemariku; kucubit dan kuputar.

“Aaahh… Aaahh… Ka…K… Pelan… Pelaan… Mmmhhh!!”

Aku menyadari Vany lebih terangsang saat puting kirinya kujilat. Rupanya Vany lebih sensitif di puting kiri.

“Kamu lebih suka di sini ya?” godaku sambil menggigit perlahan puting kirinya.

“AAAHH… Aah!! IYA! Ooh… Mmmhhh… Jangan digigiitt… Mm!!” Vany mendesah keenakan. Tubuhnya menggeliat-geliat. Tangannya mencengkeram seprei. Sambil melepas celana AGEN DOMINO pendeknya, aku semakin liar memainkan dadanya yang besar menggiurkan. Kuputar-putar lidahku di kedua putingnya bergantian. Vany tak tahan.

“OOH… Kaakk… Ka… Kalo gitu terus… Aku… Aaahh… Mmhh… Kk…”

“Mau keluar?” tanyaku sambil terus meremas dan menjilat dadanya. Vany mengangguk panik. Aku nyengir nakal. Puting kirinya kujilat sangat perlahan, sementara tangan kananku merogoh selangkangannya. Sudah basah kuyup.

“AaaahhhHH….!!! Kaaakkkk!!!”

Sslllrrssshhhhhhh… Vany mengejang, mengangkat pinggulnya, menyemprotkan cairannya banyak-banyak, membasahi tanganku. Ia terkulai lemas.

“Kenapa kamu? Belon diapa-apain udah squirting gitu?” godaku.

“Hhh… Hh… Enak aja blon diapa… apain… Hh…” jawabnya, terengah-engah. Aku tertawa pelan.

“Masih kuat?”

Ia mengangguk, tersenyum.

“Kakak nakal…” bisiknya. Aku nyengir dan kembali membenamkan kepalaku kedalam bekapan dadanya. Benar-benar enak sekali.

“Mmm… Vnn… Nnii subber bngeddd…(Mmm… Van ini super banget)” kataku dalam bekapan dadanya. Vany tertawa geli. Kedua tangannya meremas dadanya, menekankannya ke arah wajahku, sehingga semakin membekap wajahku. Saat itu ide gila melintas di benakku.

“Van, kamu tau titf*ck?” tanyaku.

“Apa tuh?”

“Itu… Gini…” Aku berdiri, membuka celanaku. Penisku yang tegak berdiri mengacung ke arahnya. Vany melotot memandang penisku.

“Mau diapain, Kak?” tanya Vany.

“Kayak tadi…” Dengan lembut aku berlutut, mengangkang melewati perutnya. Kuletakkan penisku di antara dadanya yang lembut itu. Vany mengerti.

“Ooohh… Iya iya!” katanya, mengangguk-angguk. Vany memegang kedua dadanya yang besar, kemudian menjepit penisku di antaranya. Luar biasa!

“Aaahh!!! Vaan… Ini enak banget!!”

“Enak??” tanyanya.

Tangan Vany meremas-remas, memijat-mijat dadanya. Sensasi empuk dan kencang membungkus penisku. Dadanya sungguh besar hingga yang terlihat hanya kepala penisku yang berwarna merah. Rasanya berdenyut-denyut di antara jepitan lembut dadanya.

“Van, dikocok deh… Mmmhhh… Pelan-pelan,” pintaku.

“Oke…” Vany menggerakkan dadanya naik turun bersama-sama, perlahan. Aku tak dapat melukiskan kenikmatannya dengan kata-kata. Kemudian ia menggerakkan dadanya bergantian, kiri-kanan-kiri-kanan… Benar-benar luar biasa!

“Ooohh… Mmmmhhh… Vaann… Sambil dijilat… Kepalanya…”

Vany menunduk, menjilat kepala penisku. Aku rasa batasku sudah semakin AGEN DOMINO dekat. Seolah mengerti pikiranku, Vany berkata.

“Keluarin aja, Kak… Semprot yang banyak!” bisiknya.

“Okee… Mmmhh… Ben… Bentar laggii… Aaahhh….”

Vany semakin cepat menggerakkan dadanya naik-turun, ia juga mengencangkan jepitannya, tapi jilatannya tetap pelan dan lembut. Aku sudah tak tahan lagi!

“VAAN… Kakak…. MMMMmmmhHHH!!!!”

Crooottt… Crroooottt… Crrroooottt…. Penisku meledakkan sperma kuat-kuat berkali-kali ke wajah imut Vany. Vany memejamkan mata dan menutup mulut rapat-rapat. Aku terus menyemprot hingga hampir seluruh wajah dan dadanya yang besar berlumuran cairan putih kental itu.

Vany membuka mata, menjilat sperma sekitar mulutnya. Cairan putih menetes dari daun telinga, juga poni rambutnya. Wajah polosnya benar-benar belepotan sekarang. Aku mengangkat penisku dari dadanya, masih tegang, sama seperti waktu itu. Rupanya memang tidak cukup hanya sekali untuk memuaskan nafsuku.

“Oke… Sekarang giliran kamu lagi…” kataku.

Aku menunduk ke arah selangkangannya. Kubuka tungkai Vany hingga mengangkang sempurna. Celana dalamnya basah kuyup. Aku menjulurkan jari telunjukku untuk menyentuh vaginanya. Perlahan, kugerakkan naik-turun telunjukku di bibir vaginanya.

“Mmm… Mmhhh… Kaak…” desahnya pelan. Aku menusukkan telunjukku lembut lebih kedalam. Vany menjengit. “Lagi, Kak…”

“Tunggu…” Perlahan, kubuka celana dalamnya yang berwarna putih. Vagina Vany masih belum berbulu, hanya rambut-rambut sangat tipis yang tumbuh sedikit di sekitar bibir vaginanya. Bentuknya pun indah, tembem. Klitoris Vany sudah menonjol keluar. Cairan bening mengalir dari dalam vaginanya.

“Wow… Kenapa badanmu sempurna gini sih?” bisikku menggodanya.

“Apaan sih kakak…” kata Vany.

Tanpa berlama-lama, aku langsung mencium vaginanya. Vany mengejang, menggeliat setiap kali aku menyentuh klitorisnya dengan bibirku. Harum segar sekali baunya.

“Aahh… Kaakk… AaaaHH… Aa…” desah Vany. Aku menjulurkan lidah, kujilat bibir vaginanya yang tembem. Vany menggeliat semakin kuat, mencengkeram kepalaku. Aku meremas pantatnya perlahan-lahan sambil terus menjilati vaginanya.

“Kaakk… Kakakk… Oohh… Mmmhhh… Yess…” Vany mendesah. Nafasnya berat, tak beraturan. Kujulurkan lidahku lebih dalam, kali ini menjangkau bagian dalam vaginanya. Vany mendesah dan mendesis tak karuan, pinggulnya menegang. Aku melirik ke atas, tangan kanannya sedang meremas dadanya yang besar, memainkan puting kirinya yang sensitif. Kugigit lembut klitoris adikku.

“MMM!!! Kaaakkk!!! Keluaaarrrr!!! Aaaahhh… AAAAHH!!!”

Sebelum aku sadar, Vany telah menyemprotkan cairannya ke wajahku. Semprotannya kencang sekali. Untung saja aku sempat memejamkan mata dan menahan nafas. Belum sempat aku mengambil nafas, Vany telah menyemprotkan orgasmenya yang kedua. Lebih banyak kali ini.

“Oohh… Oohh… Mmhhh… Hhh… Hhhh…” Vany terengah-engah tak karuan. Dadanya bergerak naik-turun, mengatur nafas. Aku membenamkan wajahku di dalam selimut, berusaha mengeringkannya. Vany tertawa geli melihat kakaknya basah kuyup.

“Apa kamu ketawa-ketawa…” ujarku. Geli juga sih…

“Hahahaha… Emang aku nyemprotnya sampe segitunya? Hahaha…” katanya geli.

“Hehe… Abis kamu tiba-tiba gitu… Dua kali, lagi…” kataku, akhirnya ikut tertawa.

“Kan aku udah bilang tadi…” jawabnya. Vany terkulai lemah di ranjang, tapi matanya berbinar senang.

“Hehehe… Nakal kamu…” bisikku. Aku merebahkan diri di atas adikku, kemudian melumat bibirnya yang mungil itu dengan sayang. Penisku masih tegang sekali, agak menyentuh vaginanya. Vany berjengit, melepaskan ciuman.

“Kak… Masih tegang, ya?” tanyanya polos. Aku mengangguk.

“Kamu sexy banget sih… Jadi tegang terus…” aku berbisik menggodanya.

“Mau disedot?” tawar Vany sambil tersenyum.

“Heh? Emang kamu bisa?” tanyaku, agak terkejut.

“Bisa… Waktu itu kan pernah ngintip Kakak lagi disedot Kak Grace…” jawabnya, meyakinkanku. Grace itu pacarku. “… Eh… Apa namanya… Oral?”

“Ya… Oral,” kataku membenarkannya. “Nakal ya kamu ngintip-ngintip orang!”

Vany nyengir jahil. Ia mendorongku. Aku berguling ke sisinya, terlentang. Vany bangkit dan membungkuk di atas kakiku, kepalanya menghadap penisku yang tegak berdiri.

“Mulai… Eh… Mulai dari sini kan ya?” tanyanya ragu-ragu sambil menjulurkan tangannya yang mungil untuk menggenggam penisku. Aku mengangguk. Perlahan, Vany mengocok penisku. Aku tahu ia masih takut-takut.

“Mmhh… Enak gitu Van… NnhHh.. Teruss…. Betul… Mhh…” desahku.

Lama-kelamaan Vany semakin yakin dan terbiasa dengan penisku. Kocokkannya semakin mantap. Tak lama kemudian, ia mendekatkan bibirnya ke kepala penisku, menjulurkan lidahnya untuk menjilat. Perlahan-lahan, ia menjilati kepala penisku. Enak sekali.

“Aahh… Ji… Jilat batangnya juga, Sayang… Mmhh…”

Vany menurut. Ia menjilati batang penisku dengan bersemangat. Lama-kelamaan jilatannya semakin berani. Vany memutar-mutar lidahnya di sepanjang penisku.

“Slllrpp… Mmahh… Kaka… Enaa…k… Sllrpp?” tanyanya sambil terus menjilat. Aku mengangguk, memejamkan mata, berusaha menahan agar tidak orgasme terlalu cepat. Tiba-tiba, Vany berhenti menjilatiku. Ia menegakkan tubuhnya, seolah bersiap-siap.

“Abis itu… Gini… Ya…?” Ia membungkuk, memasukkan penisku ke dalam mulutnya yang mungil. Vany harus membuka mulutnya lebar-lebar agar penisku bisa masuk semua. Rasanya luar biasa!

“Mmhh… Ccpp… Bunya… Kak… Gdee… Mmm… Cppp… B… Nget… Puah… Sampe susah nyedotnya…” katanya. Aku tertawa. Ia kembali menyedot penisku, perlahan-lahan. Kepalanya bergerak naik-turun. Di dalam, lidahnya memainkan bagian bawah batang penisku. Ia melakukannya benar-benar seperti sudah profesional.

“Kamu… Mmmhh… Ngintipnya… Sampe kayak gimana… Mmmhhh… Waktu itu?” tanyaku. Tekniknya memang mirip dengan Grace.

“Dari… Mmmh… Slllrpp… Aw…al… Cppp… Mmmm… Sppp… Samp…e… Abiss… Cpp…” jawabnya terpatah-patah. Pantas saja…

Vany semakin cepat menggerakkan kepalanya naik-turun. Rongga mulutnya yang kecil menjepit penisku pas sekali, dan lidahnya yang menggeliat-geliat di bagian bawah penisku sungguh membuatku tak berdaya. Aku tak yakin apakah aku mampu bertahan lebih lama lagi.

“Van… Oohh… Kaka…K… Mmhhh… Aaahh… Mau keluar nih… Aahh.. Kayaknya…”

Vany tidak memedulikanku. Ia menggerakkan kepalanya semakin cepat, kemudian menyedot penisku kuat-kuat sebelum melumatnya hingga ke pangkal. Aku benar-benar tak tahan.

“Vaann… Nnn… MMmhhhh… Uu… Udah… Dikasi.. Tau… Lo… OOOHHH!!!!! AAAAHH!!” sebelum kalimatku selesai, Vany menyedot kuat sekali lagi, dan aku meledakkan spermaku berkali-kali ke dalam mulutnya.

“Aahhh… Aaa… AAAHH!!! Mmmhh… OoooH!!!” desahku setiap kali penisku menembakkan cairan ke dalam mulut adikku. Vany terus mempertahankan penisku di dalam mulutnya. Cairan putih kental mengalir keluar dari balik bibirnya. Rongga mulutnya yang mungil tak mampu menahan sperma kakaknya yang menyemprot berkali-kali banyak-banyak.

Aku menghela nafas panjang saat akhirnya selesai. Vany AGEN DOMINO merangkak, merebahkan diri di sisiku, mencium pipiku. Aku menoleh dan melumat bibirnya yang belepotan spermaku. Kami saling membelit lidah. Tak memikirkan betapa hubungan ini sebenarnya terlarang.

“Kak…” katanya lembut.

“Ya?”

“Thanks…”

“Hahaha sekarang kamu yang bilang thanks…”

“Iya donk… Kakak enak banget…”

“Kamu juga…”

Kami terdiam. Aku memejamkan mata. Lelah sekali rasanya. Vany memeluk lenganku. Dadanya yang montok menekan, tapi kali ini aku sudah terlalu lelah.

“Kak…”

”Hmm?”

“Enak mana… Sama Kak Grace?” tanya Vany.

“Oralnya?”

“He-eh…”

“Enak kamu…”

“Bohoooonnnggg…!!” ujarnya. Aku tertawa.

“Hahaha.. Iya deehh… Enakan Grace…” kataku. “Jangan dibandingin donk… AGEN DOMINO Dia bibirnya sexy tebel gitu…”

“Hehehe…” Vany terkekeh.

Terdiam lagi. Apa yang bakal Grace bilang kalo dia tau pacarnya punya hubungan intim dengan adik kandung sendiri?

“Kak…”

“Hm?”

“Lain kali…”

“…Jangan lagi?” aku memotong ucapannya.

“Nggak…” katanya, tersipu. “… Lain kali lagi yuk…”

Aku tertawa. Adikku parah sekali rupanya.

“Besok jalan yuk…” ajak Vany.

“Besok Kakak ada janji sama Cherry,” kataku. Cherry ini sahabatku sejak SD.

“… Mau anal ya?” bisiknya jahil.

“Heehh??? Koq gituuu…??”

“Kan Kakak sering anal sama dia… Aku tau aja…”

“… APAA???”

“Dit! Jaga belakang!”

“DEFENSE! TAHAN ERIC!”

Eric berlari ke arahku, menggiring bola dengan lincah. Samuel mencoba menahannya, tapi ia terus berlari dengan lincah. Sekarang tinggal satu lawan satu denganku. Semua terserah padaku sekarang. Aku bergerak maju, membentangkan tanganku, menutup ruang geraknya. Eric menganyunkan kakinya, menendang. Aku menerkam…

BUAK!!!

Gelap…

“Dit… Dit lu gapapa?”

“Oi… Dit…”

Perlahan, aku membuka mataku… Wajah teman-temanku bergetar dan tampak kabur dalam pandanganku. Aku mengerjapkan mata, saat itulah aku merasakan linu yang amat sangat di selangkanganku. Sangat menyengat dan berdenyut-denyut rasanya. Eric juga menunduk di atasku. Wajahnya pucat pasi.

“Hei, man… Lu… Lu gapapa kan? Gue tadi ga sengaja… Abis…” katanya tergagap.

“Enak aja ga sengaja! Kan udah jelas dia bakal loncat ngambil bola! Kenapa lu tetep hajar sekenceng itu?!” Chris naik pitam, mendorong bahu Eric.

“Tapi… Gue emang ga sengaja!”

“Alaahhh…!!”

“Hei…”

Semua menoleh ke arahku.

“Chris, udalah… Gue gapapa koq. Tadi lengah juga… Ric, gapapa… Gue tau lu ga sengaja…” kataku menghibur. Mataku berair menahan sakit. Perutku mual. Teman-teman tim futsalku berusaha menolongku berdiri. Aku berdiri dan melangkah tertatih-tatih kea rah gawang. Sakit sekali rasanya. Eric benar-benar mengerahkan kemampuan penuhnya tadi.

Hari itu aku dan teman-teman tim futsalku sedang bertanding melawan tim dari kompleks lain. Lapangan futsal di dekat rumahku yang biasa kami sewa sedang mengadakan kejuaraan futsal. Hari itu pertandingan terakhir penyisihan grup. Sebenarnya kedua tim yang bertanding hari itu sudah pasti lolos; kami hanya memperebutkan posisi juara grup, karena bila kami mendapat posisi runner-up, lawannya adalah tim yang sangat jago dari grup lain. Terus terang, kami agak ngeri melawan tim itu.

Saat ini skor imbang 5-5… Pertandingan tinggal tersisa 2 menit lagi. Jika posisi tetap seperti ini, kamilah yang akan lolos sebagai juara grup. Tapi dalam 2 menit terakhir ini tim Eric terus memborbardir gawang yang kukawal.

“Hei… Lu gapapa? Masih bisa maen lagi? Tinggal 2 menit koq…”

Aku mengangguk, berusaha menegakkan badanku di bawah mistar gawang. Pandanganku agak kabur saat ini. Pertandingan dilanjutkan…

* * *

Aku berjalan perlahan-lahan ke arah rumahku. Selangkanganku masih sakit rasanya. Aku mengernyit, jengkel. Saat pertandingan tinggal tersisa 30 detik, sebuah umpan silang dari kanan kotak penalti timku diteruskan Eric dengan sebuah sundulan cantik. Aku benar-benar terkecoh. Akhirnya tim lawan menang 6-5, dan mereka menjadi juara grup.

Aku menggelengkan kepala. Susah sekali berkonsentrasi hari ini, apalagi setelah terkena tendangan bola futsal yang sangat keras tepat di penisku… Urgh!

Aku menggelengkan kepala lagi. Sebenarnya sudah sejak awal pertandingan aku sulit berkonsentrasi. Pikiranku terpaku pada adikku Vany… Terutama apa yang dilakukannya tadi pagi.

Tadi pagi, Vany harus berangkat ke sekolah karena ia menjadi ketua panitia MOS (Masa Orientasi Siswa) di sekolah. Hari ini para siswa-siswi SMP baru sudah harus masuk ke sekolah untuk menjalani masa orientasi, dan Vany harus menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Sebelum pergi, pagi-pagi sekali, Vany membangunkanku dengan ciuman nakal perlahan di leherku.AGEN DOMINO Saat aku terbangun, aku melihat adik kecilku yang imut itu tersenyum manis, dengan kancing kemeja seragam sekolah yang tidak dikancingkan dan bra merah muda berenda yang diangkat. Dadanya yang besar menggelayut menggiurkan di hadapanku. Sekejap kemudian Vany sudah menjepit penisku dengan kedua dadanya yang empuk, memijat dan meremasnya perlahan. Aku yang terkejut hanya bisa menikmati sensasi luar biasanya. Tak butuh waktu lama bagiku untuk meledakkan sperma kentalku berkali-kali melumuri wajahnya yang imut. Setelah membersihkan wajahnya, Vany tersenyum puas, mengecup bibirku, kemudian pergi ke sekolah.

Bayangan akan apa yang terjadi pagi itu terus terngiang di kepalaku, bahkan saat pertandingan futsal sedang panas-panasnya sore itu. Mungkin itu yang membuatku dapat kebobolan hingga tujuh gol. Gila…

Lagipula… Sakit sekali… Bagaimana jika aku tidak dapat tegang lagi untuk seterusnya? Apa kata Vany? Grace? Cherry?

Langkahku gontai melintasi halaman rumah. Aku membuka pintu depan rumah. Sepi, kedua orang tuaku sedang menghadiri acara keluarga besarku di Semarang selama seminggu. Aku membanting sepatu futsalku di tempat sepatu, mendaki tangga dengan lemas menuju kamarku, membanting tas dan sarung tangan kiperku, melepas semua pakaianku, kemudian melangkah ke kamar mandi. Aku ingin cepat-cepat mandi air panas. Tanpa memperhatikan apa-apa, aku membuka pintu kamar mandi. Aku tertegun.

Vany sedang mandi dengan santainya. Tampaknya ia tak sadar aku membuka pintu kamar mandi. Vany bermain-main dengan air dari shower, menggosok lengan, leher, pantat, dan tentu saja dadanya yang besar menggiurkan.

“V… Van?”

Vany melonjak kaget. Ia berbalik, melihat kakaknya yang juga telanjang bulat berdiri di hadapannya.

“Eh… Kak? Koq ga ngetok dulu?” tanyanya gugup.

“Hah? Oh… Oh iya… Sory tadi kakak pikir ga ada orang…”

“Oh… Hahaha ya namanya kan kamar mandi bareng… Ketok dulu lah…” jawabnya santai. “Gimana futsalnya?”

“Kalah…6-5… Jadi runner up…” jawabku lemas. “Udah gitu punya kakak ketendang bola kenceng banget lagi… Jarak dekat…”

“Hah??! Oh ya?” ujar Vany terkejut. Ia memperhatikan penisku. “Tapi… Koq… Kayaknya gapapa ya…” lanjutnya. Aku menangkap nada geli dalam suara manisnya.

“Ya iyalah gapapa…. Dasar…” memang saat itu penisku sudah kembali tegang setegang-tegangnya. Segala pikiran tentang apakah aku dapat tegang lagi sirna sudah saat aku meihat tubuh Vany yang basah kuyup sedang mandi.

“Eh… Mm… Jadi…” kata Vany.

“Hah? Oh…” aku tersenyum. “Mau mandi bareng?”

Vany nyengir.

“Dasar nakal…” bisiknya. Tapi ia membukakan juga pintu kaca pembatas ruang shower. Aku masuk, dan seketika itu juga hangatnya air membasahi tubuhku. Damai dan tenang sekali rasanya.

Vany merapatkan dirinya ke arahku. Dadanya yang besar menekan tubuhku, kenyal dan empuk sekali rasanya. Vany mengusap perlahan punggungku.

“Mau aku sabunin, Kak?” tawarnya. Aku mengangguk.

Ia mengambil botol sabun cair, menuangnya ke atas telapak tangannya, kemudian mengusapnya perlahan di punggungku. Aku menunduk, memandang adikku. Vany mendongak, tersenyum. Kami saling bertatapan beberapa lama. Perlahan, Vany mendekatkan bibirnya ke arah bibirku. Aku menyambutnya lembut. Sangat perlahan, kami berciuman. Lidah Vany menusuk ke dalam mulutku dan membelit lidahku. Suara decak ciuman kami semakin lama semakin nyaring. Ciuman kami semakin panas, tapi masih dalam gerakan yang sangat perlahan.

Aku menjulurkan kedua tanganku, meremas pantatnya yang kencang dan bulat. Dalam benakku aku sungguh ingin meng-anal adikku ini suatu hari nanti. Vany menekankan dadanya semakin kencang ke arah tubuhku. Aku dapat merasakan putingnya yang mengeras, seksi sekali.

“Gimana MOS?” kataku saat ciuman kami terlepas. Aku bertanya sambil meremas-remas dadanya yang besar. Empuk dan kenyal sekali. Rasanya sungguh berbeda dengan dada cewek-cewek lain.

“Seru… Tapi anaknya pada susah diatur… Bandel-bandel…” katanya sambil memanyunkan bibir. Aku tertawa.

“Haha.. Bandel mana sama kamu? Hm?”

“Aah Kakak…” bisiknya manja. Tangan mungilnya sudah berpindah mengusap bagian depan tubuhku sekarang. Aku memainkan putingnya yang telah sangat keras. Kujilati putting kirinya yang sensitif, sementara tangan kiriku meremas dada kanannya dengan nafsu. Vany memejamkan menikmati. Perlahan, tangannya bergerak ke arah penisku yang sangat tegang. Vany jongkok, menghadapi penisku sambil mengusapnya perlahan dengan sabun.

“Aduh kacian… Kamu tadi kena bola ya?” Vany berbicara pada penisku, seolah berbicara pada anak kecil yang lucu. Ia mengusap-usapnya, mengocoknya perlahan. Enak sekali.

“Mmhh… Van… Tuh kan… Bandel kamu…” desahku.

Vany nyengir. Ia membiarkan air dari shower membilas sabun dari penisku hingga bersih. Ia menjilat-jilat penisku dengan perlahan, dari pangkal hingga ujungnya.

“Aku sedot ya, Kak? Biar ilang sakitnya…” katanya sambil mendongak memandangku. Aku mengangguk.

Vany segera memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Perlahan-lahan, ia menggerakkan kepalanya maju, memasukkan semakin banyak bagian dari penisku kedalam mulutnya.

“Van.. Mmhh… Van ati-ati keselek…”

Vany terus memajukan kepalanya. Aku melihat semakin lama ia semakin kesulitan. Saat ¾ bagian penisku sudah masuk, aku merasa kepala penisku telah menyentuh leher dalamnya. Vany memainkan lidahnya di bagian bawah penisku. Enak sekali.

“Aaahh… Vann.. Van.. Terus gitu… Mmmh…”

Vany menyedot semakin kencang. Gerakan kepalanya pun semakin cepat maju mundur. Lidahnya terus bergerak berputar-putar di bagian bawah penisku, menjilat pangkalnya. Aku tak tahan lagi.

“OOOHH.. VAANN… Ka… Kak mau… Keluarrr… MmmmHH!!!”

Aku meledakkan spermaku ke dalam mulutnya. Mulutnya yang mungil tak sanggup menahan semprotan yang begitu kencang. Vany melepaskan sedotannya, membuat semburanku beralih melumuri wajahnya dengan cairan putih kental.

“Ooh… Vaan… Van…” desahku keenakan.

Aku bersandar lemas ke tembok kamar mandi. Vany membiarkan semburan air dari shower membersihkan mukanya. Enak sekali rasanya. Penisku masih tegang, seperti 2 kali sebelumnya, tak cukup hanya sekali aku merasakan kenikmatan adik kecilku ini.

Vany memelukku. Dadanya yang empuk menekan tubuhku. Gejolak antara akal sehat dan nafsu kembali berkecambuk di benakku. Tapi memang nafsu selalu menang. Aku sudah melangkah sejauh ini… Aku rasa sudah terlambat untuk berputar kembali. Aku menunduk, menatap Vany yang balas menatapku. Dari sorot matanya, aku tahu bahwa nafsu juga telah menguasainya.

Tanpa sepatah kata pun, aku membalikkan badannya ke arah dinding kamar mandi. Seolah tahu apa yang hendak kulakukan, Vany meletakkan kedua tangannya pada tembok untuk bertumpu, berjinjit, mengangkat pinggulnya, menyerahkan sepenuhnya vaginyanya untukku.

Aku mengarahkan penisku, meletakkannya di belahan pantatnya yang montok. Sesaat, aku ingin mengawali semuanya dengan meng-anal Vany, tapi sesaat kemudian aku telah menggeser perlahan kepala penisku ke arah bibir vaginanya yang bersih tak berambut. Kumain-mainkan bibir vaginanya dengan kepala penisku; kuusap perlahan, lembut.

“Mmh… Kak… Masukin aja langsung…” pintanya.

Aku setuju. Kumasukkan perlahan kepala penisku. Vany berjengit pelan. Aku merasakan ketegangan mengaliri tubuh adikku.

“Kamu yakin, Van?” tanyaku.

Sekali lagi, logika berteriak-teriak di pikiranku. DIA INI ADIKMU! SADAR! Aku yakin suara yang sama juga berteriak, menggedor-gedor akal sehat Vany. Tapi saat itu kulihat anggukan perlahan tapi mantap dari adik kecilku ini. Keraguanku sirna.

Perlahan, tak ingin menyakiti, aku menusukkan penisku ke dalam vaginanya. Vany mengejang. Aku memasukkan semakin dalam, sudah masuk ¼ bagian sekarang. Sempit sekali… Agak sulit.

“Mmmhh… Aaahh… Aaa… Aaahhh Kak… S… ” Vany mendesah. Aku tahu pasti terasa agak sakit untuknya.

“Kalo sakit kasi tau Kakak ya…” bisikku. Vany mengangguk. Aku memasukkan semakin dalam. Kepala penisku menyentuh selaput tipis. Keperawanan Vany dipertaruhkan. Sekali lagi aku bertanya.

“Kamu bener-bener yakin…?”

Vany tidak menjawab. Tiba-tiba ia mendorongkan pantatnya ke arahku dengan kencang. Selaput daranya robek, penisku benar-benar masuk ke dalam vaginanya.

“AAAHHH….!!!!” Jeritnya kencang. Vany mengakhiri masa perawannya… Di usia 14 tahun. Aku melirik ke bawah, darah segar mengalir pelan dari arah selangkangannya, mengalir turun melalui pahanya.

“Oohh… Oohh… Masuk… Hh… Aku… Dimasukin… Ka…kak… Aaahh… Gede banget… Hhh…” desahnya, seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Wajah Vany merah padam. Nafasnya tersengal. Aku tahu betapa sakitnya saat pertama. Aku membelai rambut pendeknya perlahan.

“Kalo udah ga sakit bilang ya sayang…” bisikku lembut.

“…. Mmh… Terusin aja Kak…” pintanya. “Pelan-pelan…”

Aku memasukkan penisku semakin dalam perlahan-lahan. Luar biasa sempit dan hangat di dalam. Vagina Vany seolah menjepit penisku. Aku terus memasukkan penisku hingga kepalanya menyentuh ujung vagina Vany. Vany memiliki vagina yang sangat dalam untuk cewek semungil dia.

“Siap?” tanyaku. Vany tersenyum, mengangguk.

Kutarik penisku hingga setengah jalan, dan dengan kekuatan penuh aku menghujamkannya kembali ke dalam.

“Aaahh!!! Aaahh… Kakk!! Pelan… Pelaa… AANN!! Oohh… Aaahhh!!!” Vany menjerit-jerit keenakan. Aku menggerakkan pinggulku dengan kuat. Pikiranku semakin kabur. Realitas bahwa cewek yang sedang kusetubuhi sekaran adalah adikku sendiri sedikit demi sedikit hilang lenyap.

“Ooohh… Vaaannn… Kam…u… Sempit bangeeett… Aaah… Mmmhh!!” desahku. Aku menjangkau, meremas-remas dadanya yang menggelayut, berguncang-guncang seirama hantaman penisku.

“Kaa… Aaahhh… Kakak… punya… Aaahhh… Kakak punya yang… Mmmhh!! Kegede… ann… aahhh… Mhhh!!” jawabnya tak mau kalah.

Vany mengeratkan jepitan vaginanya. Enak sekali! Penisku seperti dipijat-pijat di dalam sana.

“Aaahh… Aaahhh… Mmmmhh!!! Mmmnn… Kaak… Ohh kakk…” desahnya setiap kali penisku menghujam ke dalam vaginanya. Pinggulku seakan bergerak otomatis, tak bisa berhenti. Sempit dan hangatnya vaginanya, dipadu dengan sensasi empuk pantatnya yang menghantam-hantam pinggangku sungguh tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.

Aku menggerakkan pinggulku semakin cepat. Kepala penisku menghantam-hantam mulut rahim Vany.

“Aaahhh!!! Kaakk… Kaa… Ooohh… Tambah… Gede… Aaahhh!!! Kakak tambah ged…eee… Lagi di… Aaahhh!!! Aaahhh!! Di dalem…MMMHHH!!! Kaaakkk!!!” Vany menjerit-jerit. Nafasnya sudah tak beraturan sekarang. Aku semakin kencang menggerakkan pinggulku. Suara pantatnya yang menghantam pinganggku menggema di kamar mandi.

“KAAKK!! KAA…KKK… LEPAS! LEPAS! LEPAAsss!! Aaakkuu… Mau… Kelu… AAARR!!!” Vany tiba-tiba berteriak. Aku terkejut, segera menarik lepas penisku dari vaginanya yang sempit. Seketika itu juga Vany menyembur-nyemburkan cairan vaginanya. Semprotannya kencang sekali dan berkali-kali. Vany merosot ke lantai, badannya gemetar hebat. Orgasme pertamanya sungguh dahsyat.

Tak menunggu lama, aku berlutut di belakangnya, kutunggingkan pantat Vany dengan kedua tanganku. Jempolku menarik bibir vaginanya lebar, dan penisku langsung menghujam dengan kuat untuk kedua kalinya ke dalam tubuh Vany. Lebih mudah sekarang, apalagi setelah squirting hebat tadi, vagina Vany menjadi sangat becek dan licin.

“Aaahhh!!! Kaaakkk… Kak! Kak… Kakk… Nnnhhh!!” Vany menjerit.

Buah pelirku menyenggol-nyenggol klitorisnya, membuat Vany semakin kegilaan menikmati seks pertamanya. Aku menggerakkan pinggulku dengan sangat cepat, menghantam bagian dalam vaginanya dengan kuat. Vany kembali mengencangkan vaginanya.

“Aah… aahhh… Aaahhh… aa… Kaak… Oohh… Ooohh… Enak… Bangett… Mmm… Nnnhh!!!” desahnya. Aku rasa saatku sudah semakin dekat.

“Ooohh… Vaaann… Kakak… Mau… Keluaarr… Mmmhhh… Mmmmhh… Aaahh…” kataku, tecekat. Vaginanya terasa begitu sempit dan nikmat.

“Aaahhh… Aaahhh… Kuarin… Di luar… Kaakk… Diluar kakk!!! Aaahh!!” pintanya.

“OOOHH!! VV… VVAANNN!!!!”

Aku mencabut penisku, menjepitkannya di antara kedua pantatnya yang kencang. Ccrroooottt!!! Crrooouuuttt!!! Crruuoottt!!!! Aku meledakkan spermaku berkali-kali dengan kencang, melumuri punggung dan pinggulnya, bahkan ada beberapa semprotan yang mengenai belakang kepalanya.

Vany terkulai, bernafas tersengal-sengal. Aku berlutut, melirik ke bawah dan terkejut. Penisku masih sangat tegang. Tubuhku seakan terus meminta tubuh Vany lagi dan lagi. Sebelum ini belum pernah aku masih tegang setelah dua kali keluar.

“Van… Lanjut di kamar aja yuk…” ajakku.

“Kakak… Hhh… Mas…Ih.. Bisa lagi?” tanyanya, tersengal. Aku mengangguk, dengan keheranan yang sama dengannya.

“Kamu masih kuat?”

Vany mengangguk lemas, masih terengah-engah dan gemetar.

Kumatikan shower. Aku mengambil handuk untuk mengeringkan badanku, kemudian kuselubungkan handuk itu ke tubuh mungil Vany yang gemetaran. Kubantu mengeringkan badannya.

Kuangkat, kugendong adikku ke kamarku. Kubaringkan ia dengan lembut di ranjangku. Aku naik ke ranjang, menunduk di atas tubuhnya. Nafas Vany sudah lebih teratur sekarang, ia menatap mataku. Dadanya yang besar bergerak naik-turun seiring tarikan nafasnya.

“Lanjutin Kak…” katanya sambil tersenyum. Tanpa kusuruh, ia mengangkat pahanya, mengangkang sangat lebar di hadapanku.

Aku mengarahkan penisku ke bibir vaginanya. Untuk ketiga kalinya, kumasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sempit. Vaginanya yang semit seperti menyedot penisku ke dalam. Vany menggeliat, menggigit bibir bawahnya. Kedua tangannya mencengkeram seprei dengan erat.

Perlahan, kuhujam-hujamkan penisku ke dalam vaginanya. Tarik, masukkan, tarik, masukkan. Semakin lama semakin kuat, semakin lama semakin cepat.

“Aaahhh… AAHH!!! Teruss… Teruss…!! Terus kakk… Aaahhh!!! Ooohh Kaakk!!!” Vany mendesah liar. Matanya terpejam, menikmati.

Sambil terus menghujamkan penisku, aku meremas dadanya. Tak cukup, aku membenamkan wajahku di antara dua bantalan besar yang empuk itu. Jemariku memainkan puting-putingnya yang tegang.

“Kamu… Makan apa sih… Mmhh… Vann… Koq bisa… Mmmmhh… Gede gini?” tanyaku.

“Aaahh… Aaahhh… Gata…Uu… Mmm… Tau… Tau tau… Gede… Aaahhh…” jawabnya asal-asalan. Kujilati puting kirinya. Kusedot kuat-kuat, setengah berharap akan merasakan susu yang manis menyemprot dari dalam dadanya yang luar biasa itu. Vany meringis, cengkraman tangannya di seprei semakin erat.

“Aaahhhh!!! KaaKkk….!!! Maauu… Keluar… Lagggiiii!!! AAAHHH!!!” Vany berteriak. Squirting untuk kedua kalinya, penisku se

0 komentar:

Posting Komentar

Agen Domino
Agen Domino
Agen Domino